tutorial

Thursday 26 September 2013

PROfesional Photographer

bukan komunitas,tp suatu wadah untuk sharing tentang Photography,berkreasi, belajar bareng,tdk membedakan newbie or senior(smua sama) n siapapun blh bergabung tanpa membedakan latar belakang komunitas(club),pendidikan,kultur,suku,agama.... salam "to be smart Photography..."

Fotografi digital membawa perubahan dalam beberapa rangkaian proses memotret. Sesaat setelah memencet rana, hasilnya bisa langsung direview melalui LCD. Tidak perlu lagi proses cuci film yang memakan waktu. Dari kamera, foto kemudian masuk komputer guna penyimpanan, manajemen maupun editing. Saat ini, kerja darkroom sudah hampir sebagian besar digantikan komputer dengan software pengolah fotonya.

Kemudahan fotografi digital bukannya tanpa tantangan. Teknologi yang seolah tanpa batas mendatangkan permasalahan, khususnya berkenaan dengan etika pemotretan maupun pengolahan foto di beberapa genre. Keleluasaan mengolah foto memunculkan pertanyaan sekaligus interpretasi berbeda tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada gengre tertentu.

Sebagai contoh, kita simak aturan yang berkenaan dengan pengolahan foto pada beberapa kompetisi foto di Indonesia sebagai berikut:

"olah digital yang diperkenankan sebatas pengaturan level, hue/saturation, brigtness/ contrast dan croping. Menggabungkan dua foto atau lebih serta mengurangi maupun menambahkan elemen lain dalam foto yang dapat merubah isi foto tidak diperkenankan"

Walaupun sudah cukup detail, saya masih sering mendengar pertanyaan seperti ini: apakah dodge/ burning boleh? apakah adjusment curve boleh? apakah adjusment white balance boleh? berapa persen boleh mencrop? apakah crop tindakan mengurangi elemen foto? apakah layering dan masking boleh?

Pada lomba, kebingungan sering terjadi pada peserta, namun  kadangkala panitia dan juri juga tidak mengerti dan tidak bisa memberikan jawaban pertanyaan diatas. Analisa saya (bisa saja salah), hal ini terjadi karena tidak ada sumber pengetahuan baku yang bisa menjadi acuan mengenai standar pengolahan foto. Baik pengolahan dasar maupun lanjut.  Begitupula standar olah digital pada industri fotografi.

Sering terjadi perdebatan antara mereka yang purist dengan mereka yang menganggap bahwa kekakuan aturan justru mengekang kebebasan dan kreativitas. Hal ini sering terjadi pada genre jurnalistik dan nature. Walau demikian, jika kita sadari, foto sendiri sejak awal sudah merupakan interpretasi fotografer atas subjek yang difoto. Mulai dari pemilihan subjek, angle, momen, 'mengcrop', komposisi, teknik pemotretan, dsb.

Contoh lain aturan pengolahan foto bisa kita lihat pada kompetisi World Press Photo. Lomba sekelas WPP ternyata tidak menjelaskan secara rinci dan justru terkesan gamang. Coba baca aturan terbaru mereka yang berlaku mulai tahun 2010 berikut:

"The content of the image must not be altered. Only retouching which conforms to currently accepted standards in the industry is allowed. The jury is the ultimate arbiter of these standards and may at its discretion request the original, unretouched file as recorded by the camera or an untoned scan of the negative or slide."

Kalau aturan detail lomba foto Indonesia saja masih menyisakan pertanyaan, apalagi aturan WPP tersebut. Standar industri yang bagaimana? siapa yang menetapkan standar industri? dsb

Diatas sekelumit tentang olah digital dengan problem-problem yang muncul. Pada topik ini saya tidak berbagi tentang apa yang boleh dan apa yang tidak. Saya juga tidak akan membahas standar industri fotografi. Saya coba berbagi hal yang lebih sederhana dan dasar ketika kita akan mulai mengolah foto.

Hal yang selalu harus kita pegang dalam berkarya adalah bahwa  fotografi yang baik menyangkut bagaimana seorang fotografer melakukan rekognisi dan merespon subjek saat memotret bukan di komputer. Jadi foto yang anda buat harus sudah benar dulu sedari awal sesuai yang anda inginkan.

Lalu pertanyaannya, jika sudah benar, apa yang perlu kita lakukan lagi di komputer? Olah digital berperan untuk memaksimalkan potensi foto guna memperbesar peluang tercapainya tujuan yang ingin disampaikan fotografer kepada pemirsa. Hanya bedanya, dulu pengerjaanya dilakukan di darkroom sekarang di komputer. Intinya tetap sama kita membuat foto yang sudah baik menjadi lebih baik.

Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman saya mengolah foto. Maka olah foto saya bagi dalam dua kategori sebagai berikut:

OLAH DIGITAL DASAR yang saya lebih senang sebut Digital Enhancement:
- Memperbaiki exposure & warna secara keseluruhan: level, curve, brightnees/contrast, hue/saturation dan white balance.
- Memperbaiki tampilan foto secara keseluruhan: croping, sharpening & dodge/ burning.

OLAH DIGITAL LANJUT yang saya sebut Digital Manipulation:
- Memperbaiki exposure dan warna bagian tertentu.
- Mengurangi atau menambah elemen foto dengan clone, stamp, dsb
- Mengabungkan dua foto atau lebih.
- Penambahan elemen grafis, pemakaian filter, dsb.
- dll

Walau demikian, pembagian tersebut tidaklah baku. Sebagai contoh, membersihkan bercak kotoran sensor di gambar dengan clone stamp masih dianggap bagian olah digital dasar oleh beberapa fotografer.

Dari pengalaman saya, hampir 70% hasil pemotretan masih tampak mentah atau belum memberikan hasil akurat sesuai keinginan. Butuh kondisi pemotretan yang sempurna dan sangat terkontrol untuk mendapatkannya. Pada kenyataanya, banyak variabel yang berubah-ubah ketika memotret sehingga selalu ada ruang ketidakakuratan. Nah, hal inilah yang akan kita coba perbaiki.

Sebagai contoh, perhatikan tahapan pengolahan foto yang saya lakukan dibawah. Saya menggunakan program PS CS 3, tips cepat menguasi program pengolah foto biasa anda lihat pada artikel saya sebelumnya disini.

Sebelum memulai, pastikan monitor anda sudah terkalibrasi baik. Cara paling sederhana dengan melihat apakah pada gambar dibawah sudah terdapat 21 kolom gradasi warna dari hitam ke putih? jika belum ikuti petunjuk kalibrasi monitor anda.
Tentang Penulis: Apie apOey adalah seorang MasterDesign & Photographer Anda bisa Berkenalan dengannya di Facebook and  google+